Archive for 2011

Bersyukur dan Bahagia


.

Alkisah, ada seorang pedagang kaya yang merasa dirinya tidak bahagia. Dari pagi-pagi buta, dia telah bangun dan mulai bekerja. Siang hari bertemu dengan orang-orang untuk membeli atau menjual barang. Hingga malam hari, dia masih sibuk dengan buku catatan dan mesin hitungnya. Menjelang tidur, dia masih memikirkan rencana kerja untuk keesokan harinya. Begitu hari-hari berlalu.


Suatu pagi sehabis mandi, saat berkaca, tiba-tiba dia kaget saat menyadari rambutnya mulai menipis dan berwarna abu-abu. “Akh. Aku sudah menua. Setiap hari aku bekerja, telah menghasilkan kekayaan begitu besar! Tetapi kenapa aku tidak bahagia? Ke mana saja aku selama ini?”


Setelah menimbang, si pedagang memutuskan untuk pergi meninggalkan semua kesibukannya dan melihat kehidupan di luar sana. Dia berpakaian layaknya rakyat biasa dan membaur ke tempat keramaian.
“Duh, hidup begitu susah, begitu tidak adil! Kita telah bekerja dari pagi hingga sore, tetapi tetap saja miskin dan kurang,” terdengar sebagian penduduk berkeluh kesah.


Di tempat lain, dia mendengar seorang saudagar kaya; walaupun harta berkecukupan, tetapi tampak sedang sibuk berkata-kata kotor dan memaki dengan garang. Tampaknya dia juga tidak bahagia.


Si pedagang meneruskan perjalanannya hingga tiba di tepi sebuah hutan. Saat dia berniat untuk beristirahat sejenak di situ, tiba-tiba telinganya menangkap gerak langkah seseorang dan teriakan lantang, “Huah! Tuhan, terima kasih. Hari ini aku telah mampu menyelesaikan tugasku dengan baik. Hari ini aku telah pula makan dengan kenyang dan nikmat. Terima kasih Tuhan, Engkau telah menyertaiku dalam setiap langkahku. Dan sekarang, saatnya hambamu hendak beristirahat.”


Setelah tertegun beberapa saat dan menyimak suara lantang itu, si pedagang bergegas mendatangi asal suara tadi. Terlihat seorang pemuda berbaju lusuh telentang di rerumputan. Matanya terpejam. Wajahnya begitu bersahaja.


Mendengar suara di sekitarnya, dia terbangun. Dengan tersenyum dia menyapa ramah, “Hai, Pak Tua. Silahkan beristirahat di sini.”
“Terima kasih, Anak Muda. Boleh bapak bertanya?” tanya si pedagang.
“Silakan.”
“Apakah kerjamu setiap hari seperti ini?”
“Tidak, Pak Tua. Menurutku, tak peduli apapun pekerjaan itu, asalkan setiap hari aku bisa bekerja dengan sebaik2nya dan pastinya aku tidak harus mengerjakan hal sama setiap hari. Aku senang, orang yang kubantu senang, orang yang membantuku juga senang, pasti Tuhan juga senang di atas sana. Ya kan? Dan akhirnya, aku perlu bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan atas semua pemberiannya ini”.




Teman-teman yang luar biasa,
Kenyataan di kehidupan ini, kekayaan, ketenaran, dan kekuasaan sebesar apapun tidak menjamin rasa bahagia. Bisa kita baca kisah hidup seorang maha bintang Michael Jackson yang meninggal belum lama ini, yang berhutang di antara kelimpahan kekayaannya. Dia hidup menyendiri dan kesepian di tengah keramaian penggemarnya;tidak bahagia di tengah hiruk pikuk bumi yang diperjuangkannya.


Entah seberapa kontroversial kehidupan Jacko. Tetapi, yah… setidaknya, dia telah berusaha berbuat yang terbaik dari dirinya untuk umat manusia lainnya.


Mari, jangan menjadi budaknya materi. Mampu bersyukur merupakan kebutuhan manusia. Mari kita berusaha memberikan yang terbaik bagi diri kita sendiri, lingkungan kita, dan bagi manusia-manusia lainnya. Sehingga, kita senantiasa bisa menikmati hidup ini penuh dengan sukacita, syukur, dan bahagia.


Salam sukses luar biasa!!!
Sumber http://www.andriewongso.com

Pertapa Muda dan Kepiting


.



Suatu ketika di sore hari yang terasa teduh, tampak seorang pertapa muda sedang bermeditasi di bawah pohon, tidak jauh dari tepi sungai. Saat sedang berkonsentrasi memusatkan pikiran, tiba-tiba perhatian pertapa itu terpecah kala mendengarkan gemericik air yang terdengar tidak beraturan.

Perlahan-lahan, ia kemudian membuka matanya. Pertapa itu segera melihat ke arah tepi sungai di mana sumber suara tadi berasal. Ternyata, di sana tampak seekor kepiting yang sedang berusaha keras mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meraih tepian sungai sehingga tidak hanyut oleh arus sungai yang deras.

Melihat hal itu, sang pertapa merasa kasihan. Karena itu, ia segera mengulurkan tangannya ke arah kepiting untuk membantunya. Melihat tangan terjulur, dengan sigap kepiting menjepit jari si pertapa muda. Meskipun jarinya terluka karena jepitan capit kepiting, tetapi hati pertapa itu puas karena bisa menyelamatkan si kepiting.

Kemudian, dia pun melanjutkan kembali pertapaannya. Belum lama bersila dan mulai memejamkan mata, terdengar lagi bunyi suara yang sama dari arah tepi sungai. Ternyata kepiting tadi mengalami kejadian yang sama. Maka, si pertapa muda kembali mengulurkan tangannya dan membiarkan jarinya dicapit oleh kepiting demi membantunya.

Selesai membantu untuk kali kedua, ternyata kepiting terseret arus lagi. Maka, pertapa itu menolongnya kembali sehingga jari tangannya makin membengkak karena jepitan capit kepiting.


Melihat kejadian itu, ada seorang tua yang kemudian datang menghampiri dan menegur si pertapa muda, “Anak muda, perbuatanmu menolong adalah cerminan hatimu yang baik. Tetapi, mengapa demi menolong seekor kepiting engkau membiarkan capit kepiting melukaimu hingga sobek seperti itu?”

“Paman, seekor kepiting memang menggunakan capitnya untuk memegang benda. Dan saya sedang melatih mengembangkan rasa belas kasih. Maka, saya tidak mempermasalahkan jari tangan ini terluka asalkan bisa menolong nyawa makhluk lain, walaupun itu hanya seekor kepiting,” jawab si pertapa muda dengan kepuasan hati karena telah melatih sikap belas kasihnya dengan baik.

Mendengar jawaban si pertapa muda, kemudian orang tua itu memungut sebuah ranting. Ia lantas mengulurkan ranting ke arah kepiting yang terlihat kembali melawan arus sungai. Segera, si kepiting menangkap ranting itu dengan capitnya. “Lihat Anak Muda. Melatih mengembangkan sikap belas kasih memang baik, tetapi harus pula disertai dengan kebijaksanaan. Bila tujuan kita baik, yakni untuk menolong makhluk lain, bukankah tidak harus dengan cara mengorbankan diri sendiri. Ranting pun
bisa kita manfaatkan, betul kan?”

Seketika itu, si pemuda tersadar. “Terima kasih, Paman. Hari ini saya belajar sesuatu. Mengembangkan cinta kasih harus disertai dengan kebijaksanaan. Di kemudian hari, saya akan selalu ingat kebijaksanaan yang Paman ajarkan.”


Pembaca yang budiman,
Mempunyai sifat belas kasih, mau memerhatikan dan menolong orang lain adalah perbuatan mulia, entah perhatian itu kita berikan kepada anak kita, orangtua, sanak saudara, teman, atau kepada siapa pun. Tetapi, kalau cara kita salah, sering kali perhatian atau bantuan yang kita berikan bukannya memecahkan masalah, namun justru menjadi bumerang. Kita yang tadinya tidak tahu apa-apa dan hanya sekadar berniat membantu, malah harus menanggung beban dan kerugian yang tidak perlu.
Karena itu, adanya niat dan tindakan berbuat baik, seharusnya diberikan dengan cara yang tepat dan bijak. Dengan begitu, bantuan itu nantinya tidak hanya akan berdampak positif bagi yang dibantu, tetapi sekaligus membahagiakan dan membawa kebaikan pula bagi kita yang membantu.



Sumber : http://www.pusatmotivasi.com/

Kisah Seekor Monyet


.

Seekor anak monyet bersiap-siap hendak melakukan perjalanan jauh. Ia merasa sudah bosan dengan hutan tempat hidupnya sekarang. Ia mendengar bahwa di bagian lain dunia ini ada tempat yang disebut "hutan" di mana ia berpikir akan mendapatkan tempat yang lebih "baik". "Aku akan mencari kehidupan yang lebih baik!" katanya. Orangtua si Monyet, meskipun bersedih, melepaskan kepergiannya. "Biarlah ia belajar untuk kehidupannya sendiri," kata sang Ayah kepada sang Ibu dengan bijak.

Maka pergilah si Anak Monyet itu mencari "hutan" yang ia gambarkan sebagai tempat hidup kau Monyet yang lebih baik. Sementara kedua orangtuanya tetap tinggal di hutan itu. Waktu terus berlalu, sampai suatu ketika, si Anak Monyet itu secara mengejutkan kembali ke orangtuanya. Tentu kedatangan anak semata wayang itu disambut gembira orangtuanya.

Sambil berpelukan, si Anak Monyet berkata, "Ayah, Ibu, aku tidak menemukan hutan seperti yang aku angan-angankan. Semua binatang yang aku temui selalu keheranan setiap aku menceritakan bahwa aku akan bergi ke sebuah tempat yang lebih baik bagi semua binatang yang bernama hutan." "Malah, mereka mentertawakanku." sambungnya sedih. Sang Ayah dan Ibu hanya tersenyum mendengarkan si Anak Monyet itu. "Sampai aku bertemu dengan Gajah yang bijaksana," lanjutnya, "Ia mengatakan bahwa sebenarnya apa yang aku cari dan sebut sebagai hutan itu adalah hutan yang kita tinggali ini!. Kamu sudah mendapatkan dan tinggal di hutan itu!" Benar, anakku. Kadang-kadang kita memang berpikir tentang hal-hal yang
jauh, padahal apa yang dimaksud itu sebenarnya sudah ada di depan mata."

Kita semua adalah si Anak Monyet itu. Hal-hal sederhana, hal-hal ada di sekitar kita tidak kita perhatikan. Justru kita melihat hal yang "jauh-jauh" yang pada dasarnya sudah di depan mata. Kita gelisah dengan karir pekerjaan, kita gelisah dengan sekolah anak-anak, kita gelisah dengan segala
rencana kehidupan kita. Padahal, yang pekerjaan kita sekarang adalah bagian dari karir kita. Padahal, anak-anak kita bersekolah sekarang adalah bagian dari proses pendidikan mereka dan hidup yang kita jalani adalah bagian dari rangkaian kehidupan kita ke masa yang akan datang.

Tanpa mengecilkan arti masa depan dan sesuatu yang lebih baik, ada baiknya apabila kita fokus dengan apa yang ada di depan mata, apa yang kita kerjakan sekarang, karena hal ini akan berpengaruh terhadap masa depan Anda. Dia memandangku dan berkata, "Kamu belajar dengan cepat, tapi jawabanmu masih salah karena banyak orang yang buta."

Gagal lagi, aku meneruskan usahaku mencari jawaban baru dan dari tahun ke tahun, Ibu terus bertanya padaku beberapa kali dan jawaban dia selalu, "Bukan. Tapi, kamu makin pandai dari tahun ke tahun, anakku."

Akhirnya tahun lalu, kakekku meninggal. Semua keluarga sedih. Semua menangis. Bahkan, ayahku menangis. Aku sangat ingat itu karena itulah saat kedua kalinya aku melihatnya menangis. Ibuku memandangku ketika tiba giliranku untuk mengucapkan selamat tinggal pada kakek.

Dia bertanya padaku, "Apakah kamu sudah tahu apa bagian tubuh yang paling penting, sayang?"

Aku terkejut ketika Ibu bertanya pada saat seperti ini. Aku sering berpikir, ini hanyalah permainan antara Ibu dan aku.

Ibu melihat kebingungan di wajahku dan memberitahuku, "Pertanyaan ini penting. Ini akan menunjukkan padamu apakah kamu sudah benar- benar"hidup". Untuk semua bagian tubuh yang kamu beritahu padaku dulu, aku selalu berkata kamu salah dan aku telah memberitahukan kamu kenapa. Tapi, hari ini adalah hari di mana kamu harus belajar pelajaran yang sangat penting."

Dia memandangku dengan wajah keibuan. Aku melihat matanya penuh dengan air mata. Dia berkata, "Sayangku, bagian tubuh yang paling penting adalah bahumu." Aku bertanya, "Apakah karena fungsinya untuk menahan kepala?" Ibu
membalas, "Bukan, tapi karena bahu dapat menahan kepala seorang teman atau orang yang kamu sayangin ketika mereka menangis. Kadang-kadang dalam hidup ini, semua orang perlu bahu untuk menangis. Aku cuma berharap, kamu punya cukup kasih sayang dan teman-teman agar kamu selalu punya bahu untuk menangis kapan pun kamu membutuhkannya."

Akhirnya, aku tahu, bagian tubuh yang paling penting adalah tidak menjadi orang yang mementingkan diri sendiri. Tapi, simpati terhadap penderitaan yang dialamin oleh orang lain. Orang akan melupakan apa yang kamu katakan... Orang akan melupakan apa yang kamu lakukan... Tapi, orang TIDAK akan pernah lupa bagaimana kamu membuat mereka berarti.

"Masa depan Anda, karir Anda, serta kehidupan Anda adalah yang Anda kerjakan hari ini."


Sumber : http://artikelmotivasi.blogspot.com

Kisah Dua Tukang Sol


.

Mang Udin, begitulah dia dipanggil, seorang penjual jasa perbaikan sepatu yang sering disebut tukang sol. Pagi buta sudah melangkahkan kakinya meninggalkan anak dan istrinya yang berharap, nanti sore hari mang Udin membawa uang untuk membeli nasi dan sedikit lauk pauk. Mang Udin terus menyusuri jalan sambil berteriak menawarkan jasanya. Sampai tengah hari, baru satu orang yang menggunakan jasanya. Itu pun hanya perbaikan kecil.

Perut mulai keroncongan. Hanya air teh bekal dari rumah yang mengganjal perutnya. Mau beli makan, uangnya tidak cukup. Hanya berharap dapat order besar sehingga bisa membawa uang ke rumah. Perutnya sendiri tidak dia hiraukan.

Di tengah keputusasaan, dia berjumpa dengan seorang tukan sol lainnya. Wajahnya cukup berseri. “Pasti, si Abang ini sudah dapat uang banyak nich.” pikir mang Udin. Mereka berpapasan dan saling menyapa. Akhirnya berhenti untuk bercakap-cakap.

“Bagaimana dengan hasil hari ini bang? Sepertinya laris nich?” kata mang Udin memulai percakapan.

“Alhamdulillah. Ada beberapa orang memperbaiki sepatu.” kata tukang sol yang kemudian diketahui namanya Bang Soleh.

“Saya baru satu bang, itu pun cuma benerin jahitan.” kata mang Udin memelas.

“Alhamdulillah, itu harus disyukuri.”

“Mau disyukuri gimana, nggak cukup buat beli beras juga.” kata mang Udin sedikit kesal.

“Justru dengan bersyukur, nikmat kita akan ditambah.” kata bang Soleh sambil tetap tersenyum.

“Emang begitu bang?” tanya mang Udin, yang sebenarnya dia sudah tahu harus banyak bersyukur.

“Insya Allah. Mari kita ke Masjid dulu, sebentar lagi adzan dzuhur.” kata bang Soleh sambil mengangkat pikulannya.

Mang udin sedikit kikuk, karena dia tidak pernah “mampir” ke tempat shalat.

“Ayolah, kita mohon kepada Allah supaya kita diberi rezeki yang barakah.”

Akhirnya, mang Udin mengikuti bang Soleh menuju sebuah masjid terdekat. Bang Soleh begitu hapal tata letak masjid, sepertinya sering ke masjid tersebut.

Setelah shalat, bang Soleh mengajak mang Udin ke warung nasi untuk makan siang. Tentu saja mang Udin bingung, sebab dia tidak punya uang. Bang Soleh mengerti,

“Ayolah, kita makan dulu. Saya yang traktir.”

Akhirnya mang Udin ikut makan di warung Tegal terdekat. Setelah makan, mang Udin berkata,

“Saya tidak enak nich. Nanti uang untuk dapur abang berkurang dipakai traktir saya.”

“Tenang saja, Allah akan menggantinya. Bahkan lebih besar dan barakah.” kata bang Soleh tetap tersenyum.

“Abang yakin?”

“Insya Allah.” jawab bang soleh meyakinkan.

“Kalau begitu, saya mau shalat lagi, bersyukur, dan mau memberi kepada orang lain.” kata mang Udin penuh harap.

“Insya Allah. Allah akan menolong kita.” Kata bang Soleh sambil bersalaman dan mengucapkan salam untuk berpisah.

Keesokan harinya, mereka bertemu di tempat yang sama. Bang Soleh mendahului menyapa.

“Apa kabar mang Udin?”

“Alhamdulillah, baik. Oh ya, saya sudah mengikuti saran Abang, tapi mengapa koq penghasilan saya malah turun? Hari ini, satu pun pekerjaan belum saya dapat.” kata mang Udin setengah menyalahkan.

Bang Soleh hanya tersenyum. Kemudian berkata,

“Masih ada hal yang perlu mang Udin lakukan untuk mendapat rezeki barakah.”

“Oh ya, apa itu?” tanya mang Udin penasaran.

“Tawakal, ikhlas, dan sabar.” kata bang Soleh sambil kemudian mengajak ke Masjid dan mentraktir makan siang lagi.

Keesokan harinya, mereka bertemu lagi, tetapi di tempat yang berbeda. Mang Udin yang berhari-hari ini sepi order berkata setengah menyalahkan lagi,

“Wah, saya makin parah. Kemarin nggak dapat order, sekarang juga belum. Apa saran abang tidak cocok untuk saya?”

“Bukan tidak, cocok. Mungkin keyakinan mang Udin belum kuat atas pertolongan Allah. Coba renungkan, sejauh mana mang Udin yakin bahwa Allah akan menolong kita?” jelas bang Soleh sambil tetap tersenyum.

Mang Udin cukup tersentak mendengar penjelasan tersebut. Dia mengakui bahwa hatinya sedikit ragu. Dia “hanya” coba-coba menjalankan apa yang dikatakan oleh bang Soleh.

“Bagaimana supaya yakin bang?” kata mang Udin sedikit pelan hampir terdengar.

Rupanya, bang Soleh sudah menebak, kemana arah pembicaraan.

“Saya mau bertanya, apakah kita janjian untuk bertemu hari ini, disini?” tanya bang Soleh.

“Tidak.”

“Tapi kenyataanya kita bertemu, bahkan 3 hari berturut. Mang Udin dapat rezeki bisa makan bersama saya. Jika bukan Allah yang mengatur, siapa lagi?” lanjut bang Soleh. Mang Udin terlihat berpikir dalam. Bang Soleh melanjutkan, “Mungkin, sudah banyak petunjuk dari Allah, hanya saja kita jarang atau kurang memperhatikan petunjuk tersebut. Kita tidak menyangka Allah akan menolong kita, karena kita sebenarnya tidak berharap. Kita tidak berharap, karena kita tidak yakin.”
Mang Udin manggut-manggut. Sepertinya mulai paham. Kemudian mulai tersenyum.

“OK dech, saya paham. Selama ini saya akui saya memang ragu. Sekarang saya yakin. Allah sebenarnya sudah membimbing saya, saya sendiri yang tidak melihat dan tidak mensyukurinya. Terima kasih abang.” kata mang Udin, matanya terlihat berkaca-kaca.

“Berterima kasihlah kepada Allah. Sebentar lagi dzuhur, kita ke Masjid yuk. Kita mohon ampun dan bersyukur kepada Allah.”

Mereka pun mengangkat pikulan dan mulai berjalan menuju masjid terdekat sambil diiringi rasa optimist bahwa hidup akan lebih baik.

Sumber : http://www.motivasi-islami.com/

Sebuah Koin Penyok


.

Alkisah, seorang lelaki keluar dari pekarangan rumahnya, berjalan tak tentu arah dengan rasa putus asa. Sudah cukup lama ia menganggur. Kondisi finansial keluarganya morat-marit. Sementara para tetangganya sibuk memenuhi rumah dengan barang-barang mewah, ia masih bergelut memikirkan cara memenuhi kebutuhan pokok keluarganya sandang dan pangan.


Anak-anaknya sudah lama tak dibelikan pakaian, istrinya sering marah-marah karena tak dapat membeli barang-barang rumah tangga yang layak. Laki-laki itu sudah tak tahan dengan kondisi ini, dan ia tidak yakin bahwa perjalanannya kali inipun akan membawa keberuntungan, yakni mendapatkan pekerjaan.

Ketika laki-laki itu tengah menyusuri jalanan sepi, tiba-tiba kakinya
terantuk sesuatu. Karena merasa penasaran ia membungkuk dan mengambilnya.
“Uh, hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok-penyok,” gerutunya kecewa. Meskipun begitu ia membawa koin itu ke sebuah bank.

“Sebaiknya koin in Bapak bawa saja ke kolektor uang kuno,” kata teller itu memberi saran. Lelaki itupun mengikuti anjuran si teller, membawa koinnya kekolektor. Beruntung sekali, si kolektor menghargai koin itu senilai 30 dollar.

Begitu senangnya, lelaki tersebut mulai memikirkan apa yang akan dia lakukan dengan rejeki nomplok ini. Ketika melewati sebuah toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu sedang diobral. Dia bisa membuatkan beberapa rak untuk istrinya karena istrinya pernah berkata mereka tak punya tempat untuk menyimpan jambangan dan stoples. Sesudah membeli kayu seharga 30 dollar, dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.

Di tengah perjalanan dia melewati bengkel seorang pembuat mebel. Mata
pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu yang dipanggul lelaki itu.
Kayunya indah, warnanya bagus, dan mutunya terkenal. Kebetulan pada waktu itu ada pesanan mebel. Dia menawarkan uang sejumlah 100 dollar kepada lelaki itu.
Terlihat ragu-ragu di mata laki-laki itu, namun pengrajin itu meyakinkannya dan dapat menawarkannya mebel yang sudah jadi agar dipilih lelaki itu. Kebetulan di sana ada lemari yang pasti disukai istrinya. Dia menukar kayu tersebut dan meminjam sebuah gerobak untuk membawa lemari itu. Dia pun segera membawanya pulang.

Di tengah perjalanan dia melewati perumahan baru. Seorang wanita yang sedang mendekorasi rumah barunya melongok keluar jendela dan melihat lelaki itu mendorong gerobak berisi lemari yang indah. Si wanita terpikat dan menawar dengan harga 200 dollar. Ketika lelaki itu nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya menjadi 250 dollar. Lelaki itupun setuju. Kemudian mengembalikan gerobak ke pengrajin dan beranjak pulang.

Di pintu desa dia berhenti sejenak dan ingin memastikan uang yang ia terima. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 dollar. Pada saat itu seorang perampok keluar dari semak-semak, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur.

Istri si lelaki kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya berkata, “Apa yang terjadi? Engkau baik saja kan? Apa yang diambil oleh perampok tadi?”

Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok yang kutemukan tadi pagi”.

Bila Kita sadar kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan?

Kisah berikut, diadaptasi dari The Healing Stories karya GW Burns.

Manajemen Waktu yang Baik


.


Seorang pakar menajemen waktu tengah berbicara kepada suatu kelas mahasiswa bisnis muda dan ambisius. Untuk menyampaikan suatu pokok pikiran, dia menggunakan ilustrasi yang tak akan pernah mereka lupakan. Sambil berdiri di depan kelompok itu, dia berujar,” ok, waktu untuk kuis”. Dia mengeluarkan sebuah botol bermulut lebar berukuran 1 galon, dan meletakkannya di atas meja didepannya. Lalu dia mengeluarkan kira-kira 12 batu sebasar kepalan tangan dan dengan hati-hati memasukkannya sekaligus ke dalam botol.
 

Ketika botol itu terisi sampai ke atas dan tidak ada batu lagi yang bisa masuk ke dalamnya, dia bertanya, “apakah botol ini penuh?” setiap orang dalam kelas itu menjawab “ya”. Kemudian dia bertanya, “benarkah?” dia mengulurkan tangannya ke bawah meja dan mengeluarkan seember kerikil ke dalam botol dan mengocok botol itu, menyebabkan butiran-butiran kerikil bekerja sendiri turun masuk ke dalam sela-sela diantara batu-batu besar itu.
 

 Lalu dia bertanya pada kelompok mahasiswa itu sekali lagi, “apakah botol ini penuh?” saat itu perhatian seluruh kelas terpusat padanya, “mungkin tidak”, jawab salah seorang dari mereka. “bagus !” jawabnya. Dia mengulurkan tangannya ke bawah meja dan mengeluarkan seember pasir. Dia mulai menumpahkan pasirnya ke dalam botol, dan pasir itu memenuhi semua ruang yang tersisisa siantara batu-batu dan kerikil itu. Sekali lagi dia mengajukan pertanyaan: “apakah botol ini penuh?”.
“tidaaaaak!” teriak seluruh kelas. Sekali lagi katanya, “bagus!” lalu dia mengambil sekendi air dan mulai menuangkannya ke dalam sampai botol itu terisi hingga ke tepi mulut botol.
 

Kemudian dia memandang kelas itu dan bertanya, “Apa maksud dari ilustrasi ini?” seorang mahasiswa yang rajin dan bersemangat mengankat tangan dan katanya, “Mkasudnya adalah, seberapapun penuhnya jadwal anda, jika anda mencoba dengan sungguh-sungguh keras, anda selalu bisa memasukkan beberapa hal ke dalamnya”.
 

“Bukan”, jawab si pembicara, “bukan itu maksudnya, kebenaran yang diajarkan ilustrasi tadi kepada kita adalah; kalau anda tidak memasukkan batu-batu yang besar lebih dulu, anda tak akan pernah membuat semuanya masuk.”
 

Apakah “batu-batu besar itu” dalam hidup anda? Proyek yang ingin anda selesaikan? Waktu dengan orang-orang yang anda cintai? Iman anda, pendidikan anda, keuangan anda? Suatu perkara? Mengajar atau menasihati orang lain? Ingatlah untuk memasukkan batu-batu besar itu lebih dulu, atau anda tak akan pernah membuat semuanya masuk.
 

Maka, nanti malam, atau pagi hari ketika anda merefleksikan cerita pendek ini, tanyakan pada diri anda sendiri pertanyaan ini: apakah “batu-batu besar” itu dalam hidup atau bisnis saya? Lalu masukkan itu lebih dulu ke dalam “botol” anda.

Sumber : http://warokponorogo.wordpress.com 

Tindakan Kita Sebatas Kita Memandang Dunia


.

Bila Anda memandang diri Anda kecil, dunia akan tampak sempit dan tindakan Anda pun jadi kerdil. Namun, bila Anda memandang diri Anda besar, terlihat luas, Anda pun melakukan hal-hal penting dan berharga.

Tindakan Anda adalah cemmin bagaimana Anda melihat dunia. Sementara dunia Anda tak lebih luas dari pikiran Anda tentang diri Anda sendiri. Itulah mengapa diajarkan untuk berprasangka positif pada diri sendiri, karena bisa melihat dunia lebih indah, dan bertindak selaras dengan kebaikan-kebaikan yang ada dalam pikiran kita. Padahal dunia tak butuh penilaian apa-apa dari kita. Ia hanya memantulkan apa yang ingin kita lihat. Ia menggemakan apa yang ingin kitaa dengar. Bila kita takut menghadapi dunia, sesungguhnya kita takut menghadapi diri kita sendiri.

Maka, bukan soal apakah kita berprasangka positif atau negatif terhadap diri sendiri. Melampaui di atas itu, kita perlu jujur melihat diri sendiri apa adanya. Dan dunia pun menampakkan realitanya yang selama ini tersembunyi dibalik penilaian-penilaian kita.

Sumber : http://andripriyanto.my-php.net/

Sedikit Demi Sedikit Lama-Lama Menjadi Bukit


.

Pepatah ini sederhana saja, "Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit" Kita biasa memaknainya sebagai bila kita mengumpulkan satu sen demi satu sen, pada saatnya kita akan dapatkan sepundi. Namun sesungguhnya pepatah ini tak sekedar berbicara tentang hidup hemat atau ketekunan menabung.

Pepatah ini menyiratkan tentang sesuatu yang lebih berharga dari sekedar sekantung keping uang yaitu, bila kita mampu mengumpulkan kebaikan dalam setiap tindakan-tindakan kecil kita, maka kita akan dapati kebesaran dalam jiwa kita.

Bagaimanakah tindakan-tindakan kecil itu mencerminkan kebesaran jiwa sang pemiliknya? Yaitu bila disertai dengan secercah kasih sayang di dalamnya. Ucapan terima kasih, sesungging senyum, sapaan ramah, atau pelukan bersahabat merupakan tindakan yang mungkin sepele saja Namun dalam liputan kasih sayang ia jauh lebih tinggi daripada bukit tabungan Anda.

Sumber : http://andripriyanto.my-php.net

Kisah Si Cadel


.

*Hari 1.*

Seorang cadel ingin membeli nasi goreng yang sering mangkal didekat rumahnya.
cadel: “bang, beli nasi goleng satu”
abang: “apa…?” (…..ngeledek.)
cadel: “Nasi Goleng!
abang: “Apaan…?” (…..Ngeledek lagi.)
cadel: “Nasi Goleng!!!”
abang: “ohh nasi goleng…”

Sambil ditertawakan oleh pembeli yang lain dan pulanglah si cadel dengan sangat kesal, sesampainya di rumah dia bertekad untuk berlatih mengucapkan “nasi goreng” dengan benar. Hingga akhirnya dia mampu mengucapkan dengan baik dan benar.

* Hari 2.*

Dengan perasaan bangga, si cadel ingin menunjukkan bahwa dia bisa mengucapkan pesanan dengan tidak cadel lagi.
cadel: “bang…,saya mau beli NASI GORENG, bungkus!!!”
abang: “ohh…pake apa?”
cadel: “…pake telol…” (Sambil sedih…)
Akhirnya kembali dia berlatih mengucapkan kata “telor” sampai benar.

* Hari 3.*

Untuk menunjukkan bahwa dia mampu, dia rela 3 hari berturut-turut makan nasi goreng
cadel: “bang…, beli NASI GORENG, Pake TELOR!!! Bungkus!”
abang: “ceplok atau dadar ?”
cadel: “dadal…”
Dengan spontan. Kembali dia berlatih dengan keras.

* Hari 4.*

Dengan modal 4 hari berlatih lidah hari ini dia yakin mampu memesan dengan tanpa ditertawakan.
cadel: “bang…beli NASI GORENG, Pake TELOR, di DADAR!”
abang: “hebat kamu ‘del, udah nggak cadel lagi nich, harganya Rp.2500, del.”

si cadel menyerahkan uang Rp.3000 kepada si abang, namun si abang tidak memberikan kembaliannya, hingga si cadel bertanya:
cadel: “bang.., kembaliannya?”
abang: “oh iya, uang kamu Rp.3000, harganya Rp.2500, kembalinya berapa del?”, sambil senyum ngeledek.
Si cadel gugup juga untuk menjawabnya, dia membayangkan besok bakal makan nasi goreng lagi. Tapi akhirnya dia menjawab:”…GOPEK…!!!” Sambil tersenyum penuh kemenangan.

* Moral Cerita *:
INTI DALI CELITA INI ADALAH HIDUPLAH TELUS DENGAN PENUH PELJUANGAN !!
JANGAN MENYELAH YACH !!

SumbeL : http://kisahmotivatif.wordpress.com/  

Hidup Bukanlah Seperti Sebuah VCD Player


.

Mungkin kisah ini mempunyai kemiripan dengan kisah-kisah lain, tetapi dari kisah ini semoga bisa diambil hikmah bagi kita semua. Silahkan menikmati.

Cerita ini katanya adalah “kisah nyata” yang pernah terjadi di Amerika.


Seorang pria membawa pulang truk baru kebanggaannya, kemudian ia meninggalkan truk tersebut sejenak untuk melakukan kegiatan lain.


Anak lelakinya yang berumur 3 tahun sangat gembira melihat ada truk baru, ia memukul-mukulkan palu ke truk baru tersebut. Akibatnya truk baru tersebut penyok dan catnya tergores.


Pria tersebut berlari menghampiri anaknya dan memukulnya, memukul tangan anaknya dengan palu sebagai hukuman. Setelah sang ayah tenang kembali, dia segera membawa anaknya ke rumah sakit. Walaupun dokter telah mencoba segala usaha untuk menyelamatkan jari-jari anak yang hancur tersebut, tetapi ia tetap gagal. Akhirnya dokter memutuskan untuk melakukan amputasi semua jari pada kedua tangan anak kecil tersebut.


Ketika anak kecil itu sadar dari operasi amputasi dan jarinya telah tidak ada dan dibungkus perban, dengan polos ia berkata, “Papa, aku minta maaf tentang trukmu.” Kemudian, ia bertanya, “Tetapi kapan jari- jariku akan tumbuh kembali?” Ayahnya pulang ke rumah dan melakukan bunuh diri.


Renungkan cerita di atas!
Berpikirlah dahulu sebelum kau kehilangan kesabaran kepada seseorang yang kau cintai. Truk dapat diperbaiki. Tulang yang hancur dan hati yang disakiti seringkali tidak dapat diperbaiki.


Terlalu sering kita gagal untuk membedakan antara orang dan perbuatannya, kita seringkali lupa bahwa mengampuni lebih besar daripada membalas dendam.


Orang dapat berbuat salah. Tetapi, tindakan yang kita ambil dalam kemarahan akan menghantui kita selamanya. Tahan, tunda dan pikirkan sebelum mengambil tindakan. Mengampuni dan melupakan, mengasihi satu dengan lainnya.


Ingatlah, jika kau menghakimi orang, kau tidak akan ada waktu untuk mencintainya


Waktu tidak dapat kembali….
Hidup bukanlah sebuah VCD PLAYER, yang dapat di-Backward dan Forward…

Sumber : http://kisahmotivatif.wordpress.com/ 

Belajar dari Sebuah Kepompong


.

Hidup memanglah penuh dengan perjuangan. Jika anda ingin berhasil dan menjadi manusia sukses maka anda pun harus melalui sebuah proses yang terkadang menyakitkan jika dirasakan. Janganlah menjadi seperti anak manja yang selalu ingin dibantu dan dilayani oleh orang tua kita. Karena hal itu sangatlah tidak baik untuk membentuk karakter dan jiwa kita dalam menghadapi kerasnya kehidupan ini. Pada artikel ini saya akan mencoba menceritakan ulang tentang sebuah kisah yang sungguh sangat inspiratif untuk kita renungkan. Cerita ini berasal dari buku yang sangat menarik dan sudah lama saya beli, tetapi baru sempat saya baca beberapa waktu yang lalu, buku tersebut berjudul,”setengah isi setengah kosong” karya parlindungan marpaung.

Berikut adalah kutipannya :

Seorang anak sedang bermain dan menemukan kepompong kupu-kupu di sebuah dahan yang rendah. Diambilnya kepompong tersebut dan tampak ada lubang kecil disana.

Anak itu tertegun mengamati lubang kecil tersebut karena terlihat ada seekor kupu-kupu yang sedang berjuang untuk keluar membebaskan diri melalui lubang tersebut. Lalu tampaklah kupu-kupu itu berhenti mencoba, dia kelihatan sudah berusaha semampunya dan nampaknya sia-sia untuk keluar melalui lubang kecil di ujung kempompongnya.

Melihat fenomena itu, si anak menjadi iba dan mengambil keputusan untuk membantu si kupu-kupu keluar dari kepompongnya. Dia pun mengambil gunting lalu mulai membuka badan kepompong dengan guntingnya agar kupu-kupu bisa keluar dan terbang dengan leluasa.

Begitu kepompong terbuka, kupu-kupu pun keluar dengan mudahnya. Akan tetapi, ia masih memiliki tubuh gembung dan kecil. Sayap-sayapnya nampak masih berkerut. Anak itu pun mulai mengamatinya lagi dengan seksama sambil berharap agar sayap kupu-kupu tersebut berkembang sehingga bisa membawa si kupu-kupu mungil terbang menuju bunga-bunga yang ada di taman.

Harapan tinggal harapan, apa yang ditunggu-tunggu si anak tidak kunjung tiba. Kupu-kupu tersebut terpaksa menghabiskan sisa hidupnya dengan merangkak di sekitarnya dengan tubuh gembung dan sayap yang masih berkerut serta tidak berkembang dengan sempurna. Kupu-kupu itu akhirnya tidak mampu terbang seumur hidupnya.

Si anak rupanya tidak mengerti bahwa kupu-kupu perlu berjuang dengan usahanya sendiri untuk membebaskan diri dari kepompongnya. Lubang kecil yang perlu dilalui akan memaksa cairan dari tubuh kupu-kupu masuk ke dalam sayap-sayapnya sehingga dia akan siap terbang dan memperoleh kebebasan.

Sumber : topmotivasi.com

Hindari Sifat Kepiting


.

Mungkin banyak yang tahu wujud kepiting, tapi tidak banyak yang tahu sifat kepiting. Semoga Anda tidak memiliki sifat kepiting yang dengki.

Di Filipina, masyarakat pedesaan gemar sekali menangkap dan memakan kepiting sawah.

Kepiting itu ukurannya kecil namun rasanya cukup lezat. Kepiting-kepiting itu dengan mudah ditangkap di malam hari, lalu dimasukkan ke dalam baskom/wadah, tanpa diikat.

Keesokkan harinya, kepiting-kepiting ini akan direbus dan lalu disantap untuk lauk selama beberapa hari. Yang paling menarik dari kebiasaan ini, kepiting-kepiting itu akan selalu berusaha untuk keluar dari baskom, sekuat tenaga mereka, dengan menggunakan capit-capitnya yang kuat.

Namun seorang penangkap kepiting yang handal selalu tenang meskipun hasil buruannya selalu berusaha meloloskan diri.

Resepnya hanya satu, yaitu si pemburu tahu betul sifat si kepiting.

Bila ada seekor kepiting yang hampir meloloskan diri keluar dari baskom, teman-temannya pasti akan menariknya lagi kembali ke dasar.

Jika ada lagi yang naik dengan cepat ke mulut baskom, lagi-lagi temannya akan menariknya turun… dan begitu seterusnya sampai akhirnya tidak ada yang berhasil keluar.

Keesokan harinya sang pemburu tinggal merebus mereka semua dan matilah sekawanan kepiting yang dengki itu.

Begitu pula dalam kehidupan ini…
tanpa sadar kita juga terkadang menjadi seperti kepiting-kepiting itu.

Yang seharusnya bergembira jika teman atau saudara kita mengalami kesuksesan kita malahan mencurigai, jangan-jangan kesuksesan itu diraih dengan jalan yang nggak bener.

Apalagi di dalam bisnis atau hal lain yang mengandung unsur kompetisi, sifat iri, dengki, atau munafik akan semakin nyata dan kalau tidak segera kita sadari tanpa sadar kita sudah membunuh diri kita sendiri.

Kesuksesan akan datang kalau kita bisa menyadari bahwa di dalam bisnis atau persaingan yang penting bukan siapa yang menang, namun terlebih penting dari itu seberapa jauh kita bisa mengembangkan diri kita seutuhnya.

Jika kita berkembang, kita mungkin bisa menang atau bisa juga kalah dalam suatu persaingan, namun yang pasti kita menang dalam kehidupan ini.

Pertanda seseorang adalah ‘kepiting’:

1. Selalu mengingat kesalahan pihak luar (bisa orang lain atau situasi) yang sudah lampau dan menjadikannya suatu prinsip/pedoman dalam bertindak

2. Banyak mengkritik tapi tidak ada perubahan

3. Hobi membicarakan kelemahan orang lain tapi tidak mengetahui kelemahan dirinya sendiri sehingga ia hanya sibuk menarik kepiting-kepiting yang akan keluar dari baskom dan melupakan usaha pelolosan dirinya sendiri.

..Seharusnya kepiting-kepiting itu tolong-menolong keluar dari baskom, namun yah… dibutuhkan jiwa yang besar untuk melakukannya…

Coba renungkan berapa waktu yang Anda pakai untuk memikirkan cara-cara menjadi pemenang. Dalam kehidupan sosial, bisnis, sekolah, atau agama. Dan gantilah waktu itu untuk memikirkan cara-cara pengembangan diri Anda menjadi pribadi yang sehat dan sukses.

Sumber : motivation-live.blogspot.com

Ketekunan adalah Kekuatan Anda


.

Apa yang anda raih sekarang adalah hasil dari hasil usaha-usaha kecil yang anda lakukan terus-menerus. Keberhasilan bukan suatu yang turun begitu saja. Bila anda yakin pada tujuan dan jalan anda, maka anda harus memiliki ketekunan untuk tetap berusaha. Ketekunan adalah kemampuan anda untuk bertahan di tengah tekanan dan kesulitan. Anda harus tetap mengambil langkah selanjutnya. Jangan hanya berhenti di langkah pertama. Memang semakin jauh anda berjalan, semakin banyak rintangan yang menghadang. Bayangkan, andai saja kemarin anda berhenti, maka anda tidak berada di sini sekarang. Setiap langkah menaikan nilai diri anda. Apapun yang anda lakukan, jangan sampai kehilangan ketekunan anda. Karena ketekunan adalah daya tahan anda.

Pepatah mengatakan bahwa “ribuan kilometer langkah dimulai dengan satu langkah”Sebuah langkah besar sebenarnya terdiri dari banyak langkah-langkah kecil. Dan langkah pertama keberhasilan harus anda mulai dari rumah anda. Rumah anda yang paling baik adalah hati anda. Itulah sebaik-baiknya tempat untuk memulai dan untuk kembali. Karena itu mulailah kemajuan anda dengan memajukan hati anda, kemudian pikiran anda dan usaha-usaha anda. Ketekunan hadir bila apa yang anda lakukan benar-benar berasal dari hati anda.

Sumber : http://iphincow.wordpress.com

Selalu Ada Sisi Baik


.

Jadilah pihak yang selalu optimis dan berusaha untuk melihat kesempatan di setiap kegagalan. Jangan bersikap pesimis yang hanya melihat kegagalan di setiap kesempatan. Orang optimis melihat donat, sedangkan orang pesimis melihat lubangnya saja.

Anda dapat mengembangkan keberhasilan dari setiap kegagalan. Keputusasaan dan kegagalan adalah dua batu loncatan menuju keberhasilan. Tidak ada elemen lain yang begitu berharga bagi Anda jika saja 
Anda mau mempelajari dan mengusahakannya bekerja untuk Anda.

Pandanglah setiap masalah sebagai kesempatan. Hanya bila cuaca cukup gelaplah Anda bisa melihat bintang.

Sumber : http://iphincow.wordpress.com

Berhentilah Mengeluh


.

Pantaskah anda mengeluh? Padahal anda telah dikaruniai sepasang lengan yang kuat untuk mengubah dunia. Layakkah anda berkeluh kesah? Padahal anda telah dianugerahi kecerdasan yang memungkinkan anda untuk membenahi segala sesuatunya.

Apakah anda bermaksud untuk menyia-nyiakan semuanya itu? lantas menyingkirkan beban dan tanggung jawab anda? Janganlah kekuatan yang ada pada diri anda, terjungkal karena anda berkeluh kesah. Ayo tegarkan hati anda. Tegakkan bahu. Jangan biarkan semangat hilang hanya karena anda tidak tahu jawaban dari masalah anda tersebut.


Jangan biarkan kelelahan menghujamkan keunggulan kamu. Ambillah sebuah nafas dalam-dalam. Tenangkan semua alam raya yang ada dalam benak anda. Lalu temukan lagi secercah cahaya dibalik awan mendung. Dan mulailah ambil langkah baru.


Sesungguhnya, ada orang yang lebih berhak mengeluh dibanding anda. Sayangnya suara mereka parau tak terdengar, karena mereka tak sempat lagi untuk mengeluh. Beban kehidupan yang berat lebih suka mereka jalani daripada mereka sesali. Jika demikian masihkan anda lebih suka mengeluh daripada menjalani tantangan hidup ini? 

Sumber : http://iphincow.wordpress.com

Kasih Sayang Seorang Ibu


.

Saat kau berumur 15 tahun, dia pulang kerja ingin memelukmu.
Sebagai balasannya, kau kunci pintu kamarmu.

Saat kau berumur 16 tahun, dia ajari kau mengemudi mobilnya.
Sebagai balasannya, kau pakai mobilnya setiap ada kesempatan tanpa peduli kepentingannya.

Saat kau berumur 17 tahun, dia sedang menunggu telepon yang penting.
Sebagai balasannya, kau pakai telepon nonstop semalaman.

Saat kau berumur 18 tahun, dia menangis terharu ketika kau lulus SMA.
Sebagai balasannya, kau berpesta dengan temanmu hingga pagi.

Saat kau berumur 19 tahun, dia membayar biaya kuliahmu dan mengantarmu ke kampus pada hari pertama.
Sebagai balasannya, kau minta diturunkan jauh dari pintu gerbang agar kau tidak malu di depan teman-temanmu.

Saat kau berumur 20 tahun, dia bertanya, “Dari mana saja seharian ini?”
Sebagai balasannya, kau jawab, “Ah Ibu cerewet amat sih, ingin tahu urusan orang!”

Saat kau berumur 21 tahun, dia menyarankan satu pekerjaan yang bagus untuk karirmu di masa depan. Sebagai balasannya, kau katakan, “Aku tidak ingin seperti Ibu.”

Saat kau berumur 22 tahun, dia memelukmu dengan haru saat kau lulus perguruan tinggi.
Sebagai balasannya, kau tanya dia kapan kau bisa ke Bali.

Saat kau berumur 23 tahun, dia membelikanmu 1 set furniture untuk rumah barumu.
Sebagai balasannya, kau ceritakan pada temanmu betapa jeleknya furniture itu.

Saat kau berumur 24 tahun, dia bertemu dengan tunanganmu dan bertanya tentang rencananya di masa depan.
Sebagai balasannya, kau mengeluh, “Bagaimana Ibu ini, kok bertanya seperti itu?”

Saat kau berumur 25 tahun, dia mambantumu membiayai pernikahanmu.
Sebagai balasannya, kau pindah ke kota lain yang jaraknya lebih dari 500 km.

Saat kau berumur 30 tahun, dia memberikan beberapa nasehat bagaimana merawat bayimu. Sebagai balasannya, kau katakan padanya,”Bu, sekarang jamannya sudah berbeda!”

Saat kau berumur 40 tahun, dia menelepon untuk memberitahukan pesta ulang tahun salah seorang kerabat. Sebagai balasannya, kau jawab, “Bu, saya sibuk sekali, nggak ada waktu.”

Saat kau berumur 50 tahun, dia sakit-sakitan sehingga memerlukan perawatanmu.
Sebagai balasannya, kau baca tentang pengaruh negatif orang tua yang menumpang tinggal di rumah anak-anaknya.

Dan hingga suatu hari, dia meninggal dengan tenang. Dan tiba-tiba kau teringat semua yang belum pernah kau lakukan, karena mereka datang menghantam HATI mu bagaikan palu godam.

JIKA BELIAU MASIH ADA, JANGAN LUPA MEMBERIKAN KASIH SAYANGMU LEBIH DARI YANG PERNAH KAU BERIKAN SELAMA INI DAN JIKA BELIAU SUDAH TIADA, INGATLAH KASIH SAYANG DAN CINTANYA YANG TULUS TANPA SYARAT KEPADAMU.